Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia di Era Globalisasi
Untuk membentuk suatu karakter dibutuhkan membentuk pikiran, perasaan, dan perilaku dari Individu terlebih dahulu. Pembentukan ini bisa dilakukan dengan pembiasaan. Penanaman kebiasaan dalam berinteraksi dengan lingkungannya biasanya diawali dengan peran orang tua dalam mendidik anak di rumah. Inilah yang juga menjadikan pentingnya pendidikan anak usia dini, karena di usia dini inilah kebiasaan mendasar yang baik akan dipupuk dan ditanam sebagai landasan pembelajaran kebiasaan baik berikutnya.
Cara pembentukan karakter
Kebiasaan inipun haruslah kebiasaan yang baik saja yang dipupuk dan dipertahankan sementara kebiasaan yang buruk harus ditinggalkan. Kebiasaan ini belumlah menjadi suatu perilaku yang menetap, bila menginginkan kebiasaan baik ini menetap maka kebiasaan ini harus dirubah menjadi suatu kepribadian pada diri Individu. Kepribadian yang baik dan menetap inilah yang nantinya bisa menjadi karakter apabila kepribadian ini diwariskan. Pendidikan kepribadian ini baru bisa disebut pewarisan karakter apabila dilakukan tidak hanya dari seorang pendidik ke muridnya, namun juga dari setiap insan yang ada dalam suatu bangsa ke insan yang lainnya dari generasi ke generasi selanjutnya tanpa melihat perbedaan kelas ataupun tingkatan.
Membentuk Karakter Bangsa
Dari pemahaman mengenai karakter di atas, dapat disimpulkan terdapat tiga sifat utama dari bentuk karakter- Memiliki Sifat Menetap
- Butuh waktu yang lama dan bertahap untuk membentuknya
- Dibentuk melalui penguatan
Penguatan merupakan kunci dari suksesnya
pendidikan karakter. Penguatan yang diberikan dalam pendidikan karakter
bangsa Kita haruslah bukan sekedar berbentuk pemberian reward dan punishment bagi peserta didik. Proses penguatan dalam pendidikan ini juga harus mampu memberikan kesadaran makna akan pentingnya pendidikan bagi manusia yang berkarakter. Serta pemberian nilai yang diperkuat harus menekankan pada peran ahklak dalam pembentukan karakter bangsa.
Selayaknya penguatan ini haruslah berbentuk penguatan yang manusiawi
dan bisa memberi makna mendalam bagi peserta didik. Indonesia pada
dasarnya sudah memiliki kunci-kunci penerapan penguatan dalam pendidikan
yang sesuai dengan teori-teori pembelajaran dalam psikologi. Ini
dibuktikan dengan konsep yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara ini
sesuai dengan teori pembelajaran milik Albert Bandura.
Ki Hajar Dewantara mencontohkan dalam konsep “niteni” yang bermakna individu harus memperhatikan gurunya untuk bisa belajar dengan baik, ia harus “neroke” atau mencontoh perilaku yang patut diteladani dari gurunya dan ketika Ia semakin beranjak dewasa, Individu harus “nambahi” atau menambahkan dan memperbaiki ajaran gurunya bila ada hal yang kurang dengan hal yang baik.NITENI, NEROKE, NAMBAHI
Ini sesuai dengan pemahaman Bandura yang seorang tokoh psikologi yang mencetuskan teori mengenai belajar. Individu menurut Bandura mengalami modelling dalam setiap aspek yang Ia pelajari dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Individu menggunakan atensi/perhatiannya secara penuh terhadap lingkungan dan kemudian menirukan teladan yang paling baik yang menurutnya paling mampu beradaptasi dengan lingkungan. Hal yang ditiru oleh Individu inipun belum tentu diambil seluruhnya secara keseluruhan, akan ada hal yang diambil dan akan ada hal yang dibuang tergantung dari seberapa tingkat bergunanya hal yang dipelajari tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Penguatan Karakter Bangsa
Dewasa ini ciri-ciri globalisasi dan pengaruh globalisasi telah bermunculan dengan bebas hampir di seluruh media massa dan memberikan penguatan-penguatan pada diri anak-anak hingga remaja. Bahkan tidak hanya di media massa, peran globalisasi di Indonesia juga bisa Kita temui mulai dari gaya berpakaian, kebudayaan, perdagangan, hingga pendidikan sekalipun. Pengaruh dari berbagai macam-macam ideologi di dunia pun semakin menguat karena intensitas penguatan nilai-nilai yang sesuai karakter bangsa mulai berkurang.Dibutuhkan penguatan yang bisa secara terencana dan tersistem dengan baik dalam mengajarkan mengenai nilai-nilai pendidikan karakter . Di sinilah pendidikan berperan penting dalam penguatan karakter bangsa indonesia. Bangsa indonesia telah memiliki karakter yang bernilai luhur dan diwariskan secara turun-temurun. Akan tetapi pewarisan dengan cara yang konservatif saja tidaklah cukup. Perlu dilakukan pewarisan dan pembentukan karakter bangsa yang bisa mencetak generasi penerus berkarakter dan bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itulah dilakukan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter ini sendiri menurut desain induk pendidikan karakter yang diterbitkan oleh kemendiknas pada tahun 2010, merupakan pendidikan yang berfokus pada “moral absolute”. Pendidikan karakter menekankan pada suatu nilai moral yang universal yang bisa diterima baik oleh berbagai kalangan di seluruh kelompok sosial. Pendidikan karakter berfokus bukan lagi pada sesuatu yang salah dan benar saja tapi sudah pada tingkat baik dan buruk hal yang diajarkan. Tujuan dari pendidikan karakter ini ialah mencetak Individu yang berkarakter. Individu baru bisa dikatakan berkarakter apabila dirinya sudah mampu melaksanakan segala keputusan yang diambilnya dengan pertimbangan moral.
Individu Berkarakter
Seperti diterangkan di atas bahwa dalam diri individu terdapat perasaan, pikiran dan perilaku, sama halnya dalam desain induk milik kemendiknas ini yang menyebutkan ciri Individu yang berkarakter ialah :- Moral Knowing, Ialah memahami dan mengetahui hal yang baik dan buruk sesuai dengan kaidah moral. Penerapan dari hal ini ialah memahami bahaya narkoba bagi generasi muda dan mengerti dampak korupsi bagi negara. Individu yang bermoral akan memahami dengan baik konsekuensi dari contoh kedua kasus tadi bagi dirinya, keluarga, dan lingkungannya.
- Moral Feeling, atau disebut juga “loving the good”, yakni menyukai hal-hal yang bersifat baik dan cenderung menarik diri menuju kebaikan. Semisal memiliki keinginan kuat untuk mempelajari cara melestarikan budaya lokal ditengah gempuran invasi budaya asing atau semisal memiliki perasaan ingin senantiasa menaati peraturan yang berlaku karena dirinya takut bila peraturan tidak ditaati dengan baik maka akan timbul bahaya akibat jika tidak ada keadilan di masyarakat.
- Moral Action, Pada tahap ini perasaan dan pikiran yang baik akan mewujudkan perilaku yang baik di dalam diri individu. Ketika menangkap realita yang ada individu akan bergerak dan memberikan respons yang baik terhadap permasalahan yang ada. Ini terjadi semisal pada individu yang tidak hanya menyadari kemajemukan di lingkungan sosialnya tapi juga mengupayakan cara merawat kemajemukan bangsa indonesia. Integrasi antara pikiran dan perasaan serta perilaku yang diwujudkan ini bahkan tidak hanya berada pada tahap mengupayakan pemecahan masalah, Individu dengan moral action juga akan memikirkan dengan matang berbagai potensi faktor penyebab konflik sosial dan cara penyelesaiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar